PENTINGNYA BUDAYA ORGANISASI UNTUK INOVASI



UJIAN TENGAH SEMESTER
ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN

Coaching By : Dr. Budi Hartono, SE, MARS


BOOK REVIEW 

Pentingnya Budaya Organisasi Untuk Inovasi di Perusahaan

(Review Of Journal“The Importance Of Organizational Culture For Innovation In The Company”)

 






DITULIS OLEH
Nama : Alfiatur Rizki 
NIM: 1609047043



PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2017


Pentingnya Budaya Organisasi Untuk Inovasi di Perusahaan
Katarzyna Szczepańska-Woszczyna, Prof.
Academy of Business in Dabrowa Gornicza, Poland

Pendahuluan
Hubungan budaya organisasi dan inovasi telah mengalami berbagai penelitian selama beberapa tahun terakhir. Banyaknya variabel budaya yang diteliti telah menghasilkan konsep budaya yang terfragmentasi untuk inovasi. Pada praktik manajerial memerlukan struktur dasar untuk menentukan budaya apa yang harus dilaksanakan agar dapat berinovasi dan menilai apakah budaya tertentu adalah instrumen koordinasi yang efektif dan efisien. Budaya dipelajari untuk membantu seseorang agar dapat berinteraksi satu sama lain. Ketika nilai dan kepercayaan dalam budaya berbeda, maka akan ada beberapa orang yang memiliki masalah terhadap penyesuaiannya. Setiap  organisasi  yang  mampu  membangun  dan  mengembangkan  budaya organisasi  sesuai  dengan  tuntutan  lingkungan  eksternal,  akan  mempunyai  budaya kerja  yang  efektif  dan  efesien  untuk  meningkatkan  kinerjanya  guna  memenuhi kebutuhan  stakeholder  dan  eksistensinya.  Tujuan dari artikel ini adalah untuk mengidentifikasi unsur-unsur budaya organisasi di perusahaan yang menerapkan inovasi dan untuk mencoba mempresentasikan modelnya. Makalah ini menyajikan temuan penelitian yang dilakukan di perusahaan Polandia yang terdapat di Provinsi Silesia.

Isi
Konsep budaya organisasi masih tergolong baru. Konsep ini diadopsi oleh para teoritis dari disiplin antropologi, oleh karena itu keragaman pengertian budaya pada disiplin organisasi sangat bervariasi dan berbagai macam pendapat. Konspe budaya organisasi mendapat perhatian yang sangat luar biasa pada tahun 1980 – 1990 ketika para sarjana mengeksplorasi bagaimana dan mengapa perusahaan Amerika gagal bersaing dengan perusahaan Jepang.
Baik dalam literatur maupun dalam penelitian banyak perhatian yang diberikan untuk mengidentifikasi sumber inovasi, serta faktor-faktor penentu dan hambatan untuk inovasi pada organisasi. Syarat inovasi mencakup sumber daya yang secara langsung mempengaruhi inovasi. Modal manusia (khususnya kompetensinya, termasuk tingkat pendidikan dan kualifikasi, pengetahuan dan keterampilan karyawan, staf penelitian, serta keterampilan kepemimpinan manajer dan kontinuitas manajemen yang menjamin Karakter proses inovasi jangka panjang), akumulasi pengetahuan (diukur dengan pengeluaran untuk penelitian), sumber daya material dan keuangan (mesin, peralatan, bangunan, lisensi dan hak paten), sumber daya organisasi (termasuk ukuran perusahaan, yaitu terkait dengan motivasi dan dinamika inovasi) (Balcerowicz,mWziątek-Kubiak, 2009: 17; Francik, Pocztowski, 1991: 27). Sehingga tidak diragukan lagi, bahwa manusia memainkan peran yang sangat penting dalam proses inovasi. Kepribadian manajer dalam mengelola karyawan, kemauan dan motivasi manajer untuk mengambil risiko, sikap karyawan, dan apa interaksi karyawan serta atasan. Budaya organisasi sangat memprioritaskan atau memfasilitasi pelaksanaan dan pemeliharaan inovasi dalam organisasi. Menurut Maher (2014), budaya organisasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi kecepatan dan frekuensi inovasi.
  1. Budaya Organisasi
Menurut   Edward Burnett Tylor,  dalam Koentjaraningrat (2005) mengemukakan pendapatnya tentang budaya, yaitu bahwa: “Culture or civilization,  take in its wide technografhic sense, is that complex whole which includes knowledge,  bilief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by men  as  a  member  of  society”.  Pendapatnya  diartikan  bahwa  budaya  atau  peradaban mempunyai pengertian teknografis yang luas, adalah merupakan suatu keseluruhan yang kompleks mencakup pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan  segala  kemampuan dan  kebiasaan  yang  diperoleh  manusia  sebagai anggota masyarakat.
Pendapat lain dikemukakan Hofstede (1986 : 21) bahwa budaya merupakan berbagai interaksi dari ciri-ciri kebiasaan yang mempengaruhi kelompok - kelompok orang dalam lingkungannya, terdapat 5 (lima) dimensi budaya yaitu:
a. Individualisme, kecenderungan akan kerangka sosial yang terjalin longgar dalam masyarakat dimana individu dianjurkan untuk menjaga diri mereka sendiri dan keluarga dekatnya.
b. Kolektivisme, kecenderungan akan kerangka sosial yang terjalin ketat dimana individu dapat mengharapkan kerabat, suku, atau kelompok lainnya melindungi mereka sebagai ganti atas loyalitas mutlak. Isu utama dalam dimensi ini adalah derajat kesaling-tergantungan suatu masyarakat diantara anggota-anggotanya. Hal ini berkait dengan konsep diri masyarakat : "saya" atau "kami".
c. Jarak  kekuasaan, merupakan  suatu  ukuran  dimana  anggota  dari  suatu masyarakat  menerima  bahwa  kekuasaan  dalam  lembaga  atau  organisasi  tidak didistribusikan  secara  merata.  Hal  ini  mempengaruhi  perilaku  anggota masyarakat  yang  kurang  berkuasa  dan  yang  berkuasa.  Orang-orang  dalam masyarakat  yang  memiliki  jarak  kekuasaan  besar  menerima  tatanan  hirarkis dimana  setiap  orang  mempunyai  suatu  tempat  yang  tidak  lagi  memerlukan justifikasi.  Orang-orang  dalam  masyarakat  yang  berjarak  kekuasaan  kecil menginginkan  persamaan  kekuasaan  dan  menuntut  justifikasi  atas  perbedaan
kekuasaan.  Isu  utama  atas  dimensi  ini  adalah  bagaimana  suatu  masyarakat menangani  perbedaan  diantara  penduduk  ketika  hal  tersebut  terjadi.  Hal  ini mempunyai  konsekuensi jelas terhadap cara orang-orang membangun lembaga dan organisasi mereka.
d. Penghindaran  ketidakpastian,  merupakan  tingkatan  dimana  anggota masyarakat merasa tak nyaman dengan ketidakpastian dan ambiguitas. Perasaan ini mengarahkan  mereka  untuk mempercayai  kepastian  yang  menjanjikan dan untuk memelihara lembaga-lembaga yang melindungi penyesuaian. Masyarakat yang memiliki penghindaran ketidakpastian yang kuat menjaga kepercayaan dan perilaku yang ketat dan tidak toleran terhadap orang dan ide yang menyimpang. Masyarakat yang mempunyai penghindaran ketidakpastian yang lemah menjaga suasana  yang  lebih  santai  dimana  praktek  dianggap  lebih  dari  prinsip  dan penyimpangan  lebih  dapat  ditoleransi.  Isu  utama  dalam  dimensi  ini  adalah bagaimana suatu masyarakat bereaksi atas fakta yang datang hanya sekali dan masa depan yang tidak diketahui. Apakah ia mencoba mengendalikan masa depan atau  membiarkannya  berlalu.  Seperti  halnya  jarak  kekuasaan,  penghindaran ketidakpastian  memiliki  konsekuensi  akan  cara  orang-orang  mengembangkan lembaga dan organisasi mereka.
e. Maskulinitas,  kecenderungan  dalam  masyarakat  akan  prestasi,  kepahlawanan, ketegasan, dan keberhasilan material. Lawannya, feminitas berarti kecenderungan akan hubungan, kesederhanaan, perhatian pada yang lemah, dan kualitas hidup. Isu utama pada dimensi ini adalah cara masyarakat mengalokasikan peran sosial atas perbedaan jenis kelamin.
Budaya organisasi terdiri dari dua elemen pokok yaitu elemen yang  bersifat idealistik dan elemen yang bersifat  behavioral (Sobirin, 2007: 152).
  1. Elemen Idealistik
Dikatakan idealistik karena elemen ini menjadi ideologi organisasi yang  tidak mudah beru
bah walaupun disisi lain organisasi secara natural harus selalu  berubah dan beradaptasi dengan lingkungannya. Elemen ini bersifat terselubung (eksklusive), tidak tampak ke permukaan (hidden), dan hanya orang - orang tertentu saja yang tahu apa sesungguhnya ideologi mereka dan mengapa organisasi tersebut didirikan (Sobirin, 2007: 153).
Elemen idealistik melekat pada diri pemilik dalam bentuk doktrin, falsafah hidup, atau nilai - nilai individual para pendiri atau pemilik organisasi  biasanya dinyatakan secara forma
l dalam bentuk pernyataan visi dan misi organisasi (Sobirin, 2007: 153).
  1. Elemen Behavioral
Elemen behavioral adalah elemen yang kasat mata, muncul ke  permukaan dalam bentuk perilaku sehari - hari para anggotanya dan bentuk - bentuk lain seperti design dan arsitektur organisasi, elemen ini mudah diamati, dipahami, dan diinterpretasikan meskipun kadang tidak sama dengan interpretasi dengan orang yang terlibat langsung dalam organisasi. Cara paling mudah mengidentifikasi budaya organisasi adalah dengan mengamati bagaimana para anggota organisasi berperilaku dan kebiasaan yang mereka lakukan (Sobirin, 2007: 156).

Budaya organisasi dapat secara efektif mempromosikan atau menghambat kerja sama, pertukaran pengetahuan, pengalaman dan gagasan. Budaya terbuka, mempromosikan partisipasi semua anggota tim dalam proses kreatif, menguntungkan bagi aktivitas dan inisiatif karyawan, sementara budaya yang didasarkan pada kontrol yang kuat jelas tidak kondusif bagi kreativitas dan inovasi. Budaya organisasi bertujuan untuk mengembangkan inovasi dan menciptakan kondisi yang sesuai untuk melakukannya ditandai oleh dinamisme, kecocokan, adaptasi cepat terhadap perubahan kondisi, dan solusi. Kunci pengembangan innovasi dalam sebuah organisasi adalah dukungan, dan dorongan bagi setiap karyawan untuk mencari dan menemukan cara-cara yang tidak konvensional dan tidak standar untuk mencapai tujuan dan tugas yang harus dilakukan. budaya organisasi juga menciptakan dasar bagi konseptualisasi keseimbangan eksternal organisasi, menentukan model hubungan yang diinginkan antara organisasi dan lingkungannya dan bagaimana cara mempertahankannya.

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah suatu pola/sistem yang berupa sikap, norma perilaku, bahasa keyakinan, norma yang dibentuk, dikembangkan dan diwariskan kepada anggota organisasi sebagai kepribadian organisasi tersebut yang membedakan dengan organisasi lain serta menentukan bagaimana kelompok dalam merasakan, berfikir dan bereaksi terhadap lingkungan yang beragam serta berfungsi untuk mengatasi masalah adaptasi internal dan eksternal.

  1. Dampak Budaya Organisasi Terhadap Inovasi di Perusahaan

Unsur budaya organisasi perusahaan adalah budaya inovasi yang berorientasi, yang terdiri dari motivasi yang berorientasi kepada inovasi, kompetensi inovatif, perilaku dalam situasi inovatif, serta gaya dan kualitas manajemen yang menentukan iklim untuk inovasi. Budaya organisasi yang berorientasi terhadap inovasi perusahaan dapat didefinisikan sebagai kebutuhan akan jumlah maksimum gagasan inovatif untuk muncul dalam periode tertentu. Budaya inovatif adalah cara berpikir dan berperilaku yang menciptakan, mengembangkan dan menetapkan nilai dan sikap di dalam perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan, menerima dan mendukung gagasan dan perubahan yang melibatkan peningkatan fungsi dan efisiensi perusahaan, meskipun perubahan semacam itu bisa berarti ketidakpastian dengan perilaku konvensional dan tradisional. Untuk membangun budaya inovatif, persyaratan tertentu harus dipenuhi, melibatkan enam jenis sikap: kemampuan manajer untuk mengambil risiko, mendorong kreativitas, partisipasi semua karyawan dalam membangun budaya berorientasi inovasi, tanggung jawab antara manajer dan karyawan atas tindakan mereka yang memungkinkan karyawan mengembangkan minat mereka dan menggunakan bakat unik mereka, mengembangkan misi perusahaan, yang akan diidentifikasi oleh karyawan serta memberikan keyakinan kepada karyawan bahwa pekerjaan mereka bermakna dan memiliki dampak positif pada pencapaian tujuan (Claver, 1998: 60).

  1. Unsur Budaya Organisasi yang Menstimulasi Kreativitas dan Inovasi

Inisiatif individual pada organisasi adalah seberapa jauh inisiatif seseorang dikehendaki dalam perusahaan. Hal ini meliputi tanggung jawab, kebebasan dan independensi dari masing-masing anggota organisasi, dalam artian seberapa besar seseorang diberi wewenang dalam melaksanakan tugasnya, seberapa berat tanggung jawab yang harus dipikul sesuai dengan kewenangannya dan seberapa luas kebebasan mengambil keputusan.
Toleransi terhadap risiko, menggambarkan seberapa jauh sumber daya manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif dan mau menghadapi risiko dalam pekerjaannya. Pengarahan, hal ini berkenaan dengan kejelasan sebuah organisasi dalam menentukan objek dan harapan terhadap sumber daya manusia terhadap hasil kerjanya. Harapan tersebut dapat dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan waktu. Integrasi adalah seberapa jauh keterkaitan dan kerja sama yang ditekankan dalam melaksanakan tugas dari masing-masing unit di dalam suatu organisasi dengan koordinasi yang baik. Dukungan manajemen, dalam hal ini seberapa jauh para manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugasnya. Pengawasan, meliputi peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang digunakan untuk melihat secara keseluruhan dari perilaku karyawan. Identitas, menggambarkan pemahaman anggota organisasi yang loyal kepada organisasi secara penuh dan seberapa jauh loyalitas karyawan tersebut terhadap organisasi.
Sistem penghargaan pun akan dilihat dalam budaya organisasi, dalam arti pengalokasian “reward” (kenaikan gaji, promosi) berdasarkan kriteria hasil kerja karyawan yang telah ditentukan. Toleransi terhadap konflik, menggambarkan sejauhmana usaha untuk mendorong karyawan agar bersikap kritis terhadap konflik yang terjadi. Karakteristik yang terakhir adalah pola komunikasi, yang terbatas pada hierarki formal dari setiap perusahaan. Kreativitas dengan inovasi itu berbeda. Kreativitas  merupakan pikiran untuk menciptakan sesuatu yang baru,  sedangkan  inovasi adalah  melakukan  sesuatu yang baru. Hubungan  keduanya  jelas. Inovasi merupakan aplikasi praktis dari kreativitas. Dengan  kata lain, kreativitas bisa merupakan variabel bebas, sedangkan inovasi adalah variabel tak bebas. Dalam praktek bisnis sehari-hari, ada perencanaan yang meliputi  strategi,  taktik, dan eksekusi. Dalam  pitching  konsultansi atau agency, sering terdengar keluhan bahwa secara konseptual apa yang  disodorkan agency bagus, tetapi strategi itu tak  berdampak pada  perusahaan  karena  mandek di  tingkat  eksekusi.  Mengapa? Sebab, strategi bisa ditentukan oleh seseorang, tetapi  eksekusinya  harus  melibatkan  banyak orang, mulai  dari  atasan  hingga bawahan. Di sinilah mulai ada gesekan antarkaryawan, beda persepsi hingga ke sikap penentangan. Itu sebabnya, tak ada perusahaan yang mampu berinovasi  secara konsisten  tanpa  dukungan karyawan yang bisa  memenuhi  tuntutan persaingan. Hasil pengamatan kami menunjukkan, perusahaan-perusahaan  inovator sangat memperhatikan masalah  pelatihan  karyawan, pemberdayaan, dan juga sistem reward untuk meng-create daya pegas inovasi.  Benih-benih inovasi akan tumbuh baik  pada  perusahaan-perusahaan  yang selalu menstimulasi karyawan, dan  mendorong  ke arah ide-ide bagus. Melalui program pelatihan, sistem reward, dan komunikasi,  perusahaan terus berusaha untuk  mendemokratisasikan inovasi.
Proses inovasi adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh individu atau organisasi, mulai dari sadar atau tahu adanya inovasi sampai menerapkan (implementasi) inovasi. Dalam mempelajari proses inovasi, para ahli menggunakan berbagai model untuk mengidentifikasi kegiatan apa saja yang dilakukan oleh individu ataupun organisasi selama proses itu berlangsung.  Model yang Berorientasi pada Organisasi : Zaltman, Duncan & Holbek (1973).
a. Tahap permulaan (inisiasi)
  1. Langkah pengetahuan dan kesadaran.
Sebelum inovasi dapat diterima, calon penerima harus sudah menyadari bahwa ada inovasi dan dengan demikian ada kesempatan untuk menggunakan inovasi dalam organisasi. Jika kita lihat kaitannya dengan organisasi maka adanya kesenjangan penampilan dapat mendorong untuk mencari suatu inovasi.
  1. Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi.
Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi. Ada dua sikap yang akan ditunjukkan oleh anggota organisasi terhadap adanya inovasi :
a. Sikap terbuka terhadap inovasi, yang ditandai dengan : Kemauan anggota organisasi untuk mempertimbangkan inovasi, mempertanyakan inovasi (sceptic), merasa bahwa inovasi akan dapat meningkatkan kemampuan organisasi dalam menjalankan fungsinya.
b. Memiliki persepsi tentang potensi inovasi yang ditandaidengan adanya pengamatan yang menunjukkan : Bahwa ada kemampuan bagi organisasi untuk menggunakan inovasi, organisasi pernah mengalami keberhasilan pada masa lalu dengan menggunakan inovasi, adanya komitmen atau kemampuan untuk bekerja dengan menggunakan inovasi serta siap untuk menghadapi kemungkinan timbulnya masalah dalam penerapan inovasi.
  1. Langkah keputusan.
Pada langkah ini segala informasi tentang potensi inovasi di evaluasi. Jika unit pengambilan keputusan dalam organisasi menganggap bahwa inovasi itu memang dapat diterima dan ia senang untuk menerimanya maka inovasi akan diterima dan diterapkan dalam organisasi. Begitupun sebaliknya. Hal yang harus diperhatikan adalah pengumpulan informasi sebanyak-banyaknya mengenai inovasi yang akan diterima/ditolak agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan.
b. Tahap Implementasi
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan oleh para anggota organisasi ialah menggunakan dan menerapkan inovasi.
a. Langkah awal implementasi. Pada langkah ini organisasi mencoba menerapkan sebagian inovasi.
b. Langkah kelanjutan pembinaan. Jika pada penerapan awal telah berhasil, para anggota telah mengetahui dan memahami inovasi serta memperoleh pengalaman dalam menerapkannya maka tinggal melanjutkan dan menjaga kelangsungannya.
Loewe, Dominiquini (2006: 24-25) budaya dan nilai organisasi adalah satu dari empat point penting di samping perilaku kepemimpinan, proses manajemen, orang dan keterampilan dibidang utama untuk implementasi inovasi yang efektif. Atas dasar yang ada ini, kompetensi internal yang berkelanjutan dibangun untuk inovasi sebagai proses yang berkesinambungan, bukan kebetulan, upaya jangka pendek (Gambar 1).

            Gambar 1. Area Kunci Dari Kemampuan Inovasi Sistemik


Sementara itu, Maher telah mengidentifikasi tujuh dimensi kunci budaya yang membedakan organisasi yang sangat inovatif (Gambar 2). Ini membentuk kerangka kerja yang dapat digunakan oleh para pemimpin untuk menilai dan memperkuat budaya untuk inovasi di dalam dan di seluruh organisasi:
  1. Karyawan harus memiliki perasaan bahwa mereka dapat mencoba ide-ide baru dengan tidak takut bahwa gagasan buruk akan memerlukan konsekuensi negative. Pemimpin organisasi yang mempunyai sifat inovatif harus lebih tertarik untuk belajar "dengan kesalahan" daripada menghukum karyawan karena gagasan buruk  bila kesalahan dibuat saat sebuah gagasan diterapkan, daripada bila tidak ada kesalahan karena tidak ada ide.
  2. Pendekatan positif terhadap inovasi lebih besar jika karyawan tahu bahwa mereka mendapat dukungan dari atasan dan independensi dalam tindakan sementara mereka mengembangkan gagasan inovatif, dan juga mereka dapat menggunakan sumber keuangan untuk mendukung proses inovasi.
  3. Pengetahuan adalah sumber utama untuk inovasi. Seseorang dapat menciptakan kondisi inovasi yang lebih baik, di mana informasi baik dari dalam maupun di luar organisasi secara luas dan sistematis dikumpulkan, mudah dan cepat diakses dan dikomunikasikan dengan jelas.
  4.  Seperti yang ditunjukkan oleh literatur yang relevan, tujuan sebenarnya dapat dipromosikan inovasi. Pemimpin organisasi harus memberi sinyal yang jelas bahwa inovasi sangat diinginkan, dengan menetapkan tujuan ambisius di berbagai bidang dan membangun tim termotivasi untuk menemukan cara untuk menerapkan visi tersebut.
  5. Dukungan untuk inovasi adalah simbol dan ritual, yang utamanya. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi perilaku inovatif dan insentif untuk jenis perilaku ini adalah simbol dan ritual yang mengacu pada motivasi internal dan individual dari masing - masing karyawan.
  6. Dalam organisasi dengan inovasi berbasis inovasi tinggi, inovasi adalah produk dari penggunaan alat praktis yang diharapkan. Pemimpin harus mempertimbangkan bagaimana membangun potensi dan kemampuan karyawan yang sadar akan metode berpikir kreatif, manajemen dan penerapan gagasan.
  7. Dimensi hubungan, yang mengacu pada model interaksi dalam organisasi. Ide inovatif jarang merupakan produk jenius tunggal, oleh karena itu membangun lingkungan kolaboratif, menerima berbagai cara berpikir, sudut pandang dan keragaman yang berbeda memberikan dasar yang baik bagi pertumbuhan inovasi.

Gambar 2. Dimensi Budaya Organisasi


Kunci pengembangan inovasi dalam sebuah organisasi adalah dukungan dan dorongan bagi setiap karyawan untuk mencari dan menemukan cara - cara yang tidak konvensional dan tidak standar untuk mencapai tujuan dan pelaksanaan tugas. Fitur signifikan dari budaya berorientasi inovasi adalah perubahan. Karyawan bersedia mengambil risiko perubahan itu, yang mungkin terkait dengan berbagai macam aspek.  Misalnya, mengganti pekerjaan, proses penyesuaian juga mencakup pekerjaan, yang menyiratkan kebutuhan akan kelonggarannya. Pada saat yang sama perlu dicatat bahwa pada saat pengangguran tinggi, stabilisasi pekerjaan (kontrak kerja yang aman) mungkin merupakan faktor pendorong yang lebih penting untuk bekerja. Setiap innovaasi mungkin menjadi ancaman bagi karyawan karena melanggar keadaan balapan saat ini, yang dapat menyebabkan keengganan karyawan untuk menerapkan inovasi dan bahkan memboikot dan melakukan sabotase.

Analisa dan Review

Secara konten keseluruhan artikel ini sudah terlihat sangat baik dalam hal mendeskripsikan apa yang ingin disampaikan oleh peneliti. Penelitian dilakukan dengan cara survei langsung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki faktor penentu internal kegiatan inklusif di perusahaan yang disurvei, khususnya iklim dan budaya inovatif yang sesuai dengan inovasi. Sampel kuantitatif untuk menganalisis faktor penentu internal aktivitas inovasi di perusahaan mengandung 120 karyawan - perwakilan perusahaan yang berada di Provinsi Silesia di Polandia. Instrumen Pengumpulan data adalah kuesioner. Kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan dengan campuran pertanyaan Likert dan closed-ended dengan satu jawaban dikembangkan. Skala Likert lima poin digunakan untuk mengumpulkan tanggapan, 5 menunjukkan "kesepakatan maksimum" dan 1 "tidak ada kesepakatan". Survei berbasis sampel. Pengambilan sampel non-acak diterapkan dan kelebihan dan kekurangan yang spesifik untuk metode pengambilan sampel ini dipertimbangkan. Sekelompok kecil dari mereka yang disurvei tidak memberi wewenang untuk membuat generalisasi, namun memungkinkan identifikasi mekanisme dan rumusan pertanyaan dan kesimpulan spesifik. Diuji pada sampel yang lebih besar, mereka akan memungkinkan untuk merumuskan tesis yang lebih terdokumentasi dan pasti, menggunakan skala yang lebih besar. Data dikumpulkan pada bulan April dan Mei 2014. Data tersebut pertama kali dianalisis dengan menggunakan teknik statistik dasar. Analisis data dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS Statistics 21. Kemudian dari segi struktural, meskipun dalam penelitian kuantitatif narasi yang disampaikan berdasarkan dengan kebutuhan penelitian, namun akan lebih baik lagi jika ditambahkan poin masalah atau pertanyaan penelitian serta jumlah koresponden. Hal ini tentunya akan membantu peneliti untuk mempermudah dalam hal mengkategorikan atau mengklasifikasikan tujuan penelitiannya.

Pada artikel ini juga di jelaskan mengenai pernan penting pada budaya organisasi. Budaya organisasi memegang peranan penting dalam organisasi, mengatur perilaku peserta, dan dalam kasus ekstrim - organisasi secara keseluruhan. Jika organisasi bekerja dengan cara yang sama dan stabil untuk beberapa waktu, mencapai tujuan dan kesuksesan, partisipannya (atau setidaknya staf manajemen yang mengerti secara luas) mempelajari pola perilaku tertentu, menerima standar yang secara konsisten memperkuat kesuksesan lebih lanjut. Jadi, budaya organisasi dibentuk sebagai "idealisasi pengalaman bersama." Ini terutama memenuhi fungsi mekanisme penyatuan, integrasi dan koordinasi sosial, yang menjamin keseimbangan sosial (terutama internal), dan, setidaknya sebagian, eksternal - materi Keseimbangan organisasi. Pada saat yang sama, norma-norma utama budaya berfokus pada integrasi kedua peserta dan hubungan antara organisasi dan lingkungannya. Ini adalah refleksi dalam penekanan pada kualitas produk, penghormatan terhadap hak – hak konsumen, dan perlindungan lingkungan. Dengan cara ini, budaya organisasi juga menciptakan dasar bagi konseptualisasi keseimbangan eksternal organisasi, menentukan model hubungan yang diinginkan antara organisasi dan lingkungannya dan bagaimana cara mempertahankannya.

Pada artikel ini dijelaskan bahwa, semakin kecil perusahaan maka akan semakin kecil perasaan bahaya yang timbul dari perubahan. Situasi seperti itu mungkin disebabkan oleh fakta bahwa karyawan di perusahaan kecil seringkali lebih "serbaguna" dan melakukan tugas sesuai dengan posisi yang berbeda, dan karena itu kerugian mereka lebih parah bagi perusahaan. Dalam perusahaan besar, fleksibilitas juga lebih besar dalam dimensi pribadi, yang berakibat pada pergantian peran organisasional dan saling menggantikan pegawai pada posisi yang berbeda.

Berbagai elemen iklim organisasi yang dianggap penting termasuk kebebasan mengekspresikan pendapat mereka oleh karyawan, kemungkinan mengajukan dan mendukung gagasan baru, kolaborasi antara karyawan dari berbagai unit organisasi. Peringkat responden yang terlibat dalam proses inovasi menunjukkan bahwa pendekatan terhadap perilaku inovatif dari karyawan dapat bervariasi tergantung pada ukuran perusahaan  elemen individual yang merupakan iklim inovatif di perusahaan dinilai berbeda (Gambar 3).

Gambar 3. Unsur Elemen Terhadap Inovasi


Kesamaan tertentu diamati pada perusahaan kecil dan besar, walaupun mungkin kondisi peringkat ini berbeda. Dalam usaha kecil yang mereka dapatkan dari rendahnya formalisasi prosedur dan hubungan yang agak bersahabat antara karyawan dan atasan karakteristik tim kecil, sementara di perusahaan besar dari proses mengidentifikasi gagasan inovatif. Di perusahaan besar dan kecil, setiap karyawan memiliki hak untuk mengemukakan pendapat mereka sendiri, namun keputusan akhir diambil oleh para manajer, karyawan dari berbagai unit organisasi bekerja sama (secara formal atau informal), karyawan dapat mengajukan gagasan baru terlepas dari tingkat dalam hirarki organisasi. Dalam usaha menengah yang disurvei, karyawan tidak dapat melakukan perbaikan sendiri, bahkan dalam masalah sepele yang mereka perlukan untuk menghubungi manajer, meskipun mereka memiliki hak untuk mengungkapkan pendapat mereka sendiri.

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa budaya organisasi merupakan perilaku organisasional yang cukup penting karena dapat memberikan pengaruh positif baik bagi anggota organisasi maupun bagi oganisasi itu sendiri untuk membentuk komitmen organisasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa organisasi bisa membentuk komitmen organisasi dengan cara menciptakan budaya organisasi yang kondusif sehingga dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dan satu tujuan organisasi. Dengan demikian jelas bahwa ada hubungan yang erat antara budaya organisasi dengan komitmen organisasi di suatu perusahaan.

Kunci pengembangan inovasi dalam sebuah organisasi adalah dukungan dan dorongan bagi setiap karyawan untuk mencari dan menemukan cara-cara non-konvensional dan non-standar untuk mencapai tujuan dan pelaksanaan tugas.

Rekomendasi
Budaya dan inovasi erat kaitannya dengan keterlibatan seorang pemimpin. Pemimpin yang baik akan menciptakan lingkungan kerja yang hangat. Setiap  pemimpin  pada  dasarnya  memiliki  perilaku  yang  berbeda  dalam memimpin para pengikutnya. Perilaku para pemimpin ini secara singkat disebut gaya kepemimpinan  (Leadership  style).  Gaya  kepemimpinan  merupakan  suatu  cara pemimpin untuk mempengengaruhi bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku atau kepribadian. Jarome Want (2006:156), memberikan pendapatnya mengenai prinsip-prinsip kepemimpinan yang benar adalah sebagai berikut:
  1. Decision Making (pengambilan keputusan)
Pengambilan keputusan harus dilakukan di tingkat yang paling efektif. Peminpin berbicara pada saat yang tepat, terinformasi kepada yang memerlukan, keputusan berbasis kriteria sejalan dengan tujuan bisinis. Keputusan pemimpin dibuat dengna komitmen pribadi, merasakan sebagai kepemilikan dan akuntabilitas.
  1. Leadership (kepemimpinan)
Kepemimpinan bukan hanya satu orang di puncak, tetapi kepemimpinan terdapat di  semua  tingkat.  Organisasi  mengembangkan  pemimpin  yang  menunjukkan tingkat  kompetensi  tinggi,  membangkitkan  kepercayaan  dan  membawa  yang terbaik dalam dirinya dan sekitar mereka
  1. Communication (komunikasi)
Komunikasi  di  dalam  organisasi  dilakukan  dengan  dialog  terbuka.  Dalam organisasi  yang  tumbuh  subur  dan  sehat,  segenap  sumber  daya  manusia  di dalamnya berbagi informasi, gagasan dan keberhasilan.
  1. Appreciating Differences (menghargai perbedaan)
Pemimpinan  menghargai  perbedaan  antara  atasan  dan  bawahan  atau  diantara bawahan  serta  dapat  menemukan  peluang  dalam  konflik.  Peluang  akan  datang dengan  menyambut  perbendaan  pendapat  dan  gagasan  dengan  cara  saling menghargai.  
  1. Personal Excellence (Keunggulan Pribadi)
Organisasi yang kuat mengantungkan diri pada individu yang kuat dan mempunyai pribadi yang unggul pribadi unggul. Setiap orang yang bertanggung jawab secara pribadi  untuk  melakukan  yang  terbaik  bagi  dirinya  sendiri,  teman  sekerja  dan perusahaan.  Keungulan  pribadi  dibangun  pada  tingkat  keterampilan  tinggi, pengetahuan dan kepedulian diri, motivasi diri dan berniat hormat kepada semua.
  1. Business Success (keberhasilan bisnis)
Keberhasilan  dalam  bisnis  akan  memberikan  kekuatan   financial.  Pemimpin memberikan pertumbuhan pertumbuhan yang stabil di pangsa pasar, penjualan, dan keuntungan.  Kekuatan financial  menguntungkan  pekerja, pemegang  saham,  dan masyarakat.
  1. Continuous learning (pembelajaran bekelanjutan)
Pemimpin  melaksanakan  pembelajaran  berkelanjutan  untuk  sekarang  dan  masa yang akan datang. Kekuatan kompetitif organisasi terletak pada perbaikan terus - menerus atas apa yang dilakukan, pemimpin secara aktif mencari dan menjalankan praktik yang terbaik.     
  1. Vibrant workplace (tempat kerja bersemangat)
Merupakan  tempat  bekerja  dimana  dapat  dibuat  perbedaan,  menciptakan  dan memelihara  budaya  yang  memperkuat  Teamwork, kegembiraan,  perkembangan pribadi, karier, penghargaan financial dan keseimbangan kehidupan kerja. 
  1. Ethics (Etika)
Pemimpin   memelihara  etika  dalam  bisnis  dengan  melakukan  hal  yang  benar, integritas menjadi dasar pemimpin dalam melakukan semua keputusan, tindakan, dan hubungan.
  1. Partnership (Kemitraan)
Kemitraan diperlukan untuk mencapai sukses bagi semua. Oragnisasi melakukan kolaborasi  dengan  mitra  untuk  memberikan  manfaat  bersama.  Hubungan  yang dilakukan berdasarkan pada penghargaan, kejujuran, keterbukaan, keandalan dan kepercayaan.
  1. Passion for coffee (keinginan besar)
Seorang  pemimpin  diharapkan  mau  bekerja  keras  untuk  mencapai  tujuan. Pemimpin  mempunyai  komitmen  dan  memastikan  bahwa  setiap  orang  akan mempunyai pengalaman luar biasa.
  1. Planning and Measuring (merencanakan dan mengukur)
Pemimpin  merencanakan  dan  melakukan  pengukuran  untuk  memahami  dan memperbaiki hasil yang dicapai. Pemimpin memfokuskan pada pada perencanaan terintegrasi  di  seluruh  organisasi  sejalan  dengan  strategi  oragnisasi.  Pemimpin mempunyai pengertian mendalam dalam sukses dan tantangan dengan mengukur dan mengevaluasi hasil tindakannnya. 
  1. Shared Ownership (kepemilikan bersama)
Pemimpin merasakan kepemilikan bersama dengan berpikir dan bertindak seperti pemilik.  Pemimpin  memenuhi  komitmen  dan  menghargai  kontribusi  masing - masing. Pemimpin adalah pengurus sumber daya kolektif dan karenanya berbagi secara adil untuk mencapai sukses.
  1. Sustainability (keberlanjutan)
Keberlanjutan  merupakan  jalan  menuju  masa  depan,  karenanya  pemimpin menggunakan  sumber  daya  dengan  bijak  dan  membuat  keputusan  dengan perhitungan kesejahteraan dan keuangtungan
  1. Word Benefit (manfaat bagi dunia)
Tindakan seorrang pemimpin diharapkan member manfaat kepada dunia dengan menciptakan  perubahan  positif.  Pemimpin  mendukung  kekuatan  bisnis  dan individu yang membawa perubahan positif, local maupun global.

Kesimpulan

Penelitian ini fokus utamanya adalah pada pentingnya budaya organisasi untuk inovasi di perusahaan. Berpikir tentang penerapan inovasi, perusahaan pada umumnya berfokus pada sumber daya, proses dan pengukuran keberhasilan, yaitu elemen yang dapat diukur. Perusahaan sering mencurahkan perhatian lebih sedikit pada faktor penentu orientasi budaya inovasi, yang lebih sulit diukur, seperti nilai, perilaku dan iklim organisasi. Meskipun segala sesuatu yang mengacu pada nilai dan perilaku orang dan tantangan di tempat kerja lebih sulit dipahami dan sulit dikendalikan, "masalah yang sulit dan terkait dengan orang ini" (seperti yang dikatakan oleh seorang presiden) memiliki kekuatan agung Untuk membentuk budaya berorientasi inovasi dan menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.

Mengenai perusahaan yang dikaitkan dengan penelitian tersebut, satu model universal budaya organisasi tidak dapat ditentukan. Namun, unsur - unsur yang membentuk budaya yang mendukung inovasi telah ditentukan. Mereka terjadi di kebanyakan perusahaan, dengan intensitas yang bervariasi, yaitu:
-            Gaya manajemen menekankan tugas dan hubungan personal.
-            Peran penting manajer dalam menstimulasi inovasi dan meningkatkan motivasi karyawan.
-            Memotivasi karyawan agar kreatif.
-            Tingkat rasa bahaya yang rendah dirasakan oleh karyawan, yang timbul dari perubahan yang diterapkan di perusahaan
-            Organisasi kerja dan kondisi kerja yang tepat bertujuan merangsang kreativitas karyawan
-            Mendukung konsep dan gagasan baru.
-            Kemungkinan untuk mengungkapkan pendapat mereka secara bebas oleh karyawan, untuk mengajukan dan mendukung gagasan baru, kerja sama karyawan dari unit organisasi yang berbeda.

Banyak keuntungan yang diperoleh apabila budaya organisasi didalam suatu perusahaan sangat kuat. Diantaranya adalah meningkatkan loyalitas antar karyawan, ada pedoman perilaku yang jelas untuk karyawan, nilai – nilai organisasi didalam suatu perusahaan benar – benar terlaksana, banyak ritual yang dijalankan, menurunkan tingkat absensi, menurunkan tingkat keluarnya karyawan sehingga membantu perusahaan dalam mencapai tujuannya. Sedangkan budaya yang lemah menyebabkan karyawan individualis, mudah terbentuk kelompok – kelompok yang bertentangan satu dengan yang lainnya.

Daftar Pustaka

  1. Achmad Sobirin. (2007), Budaya Organisasi (Pengertian, makna dan aplikasinya dalam kehidupan organisasi), Yogyakarta: UPP,STIM YKPN
  2. Balcerowicz, E., Wziątek-Kubiak, A. (2009), Determinants of the development of the company's innovativeness in the context of the level of education of employees. CASE Center for Socio-Economic Analysis, Warsaw.
  3. Claver, E., Llopis, J., Garcia, D., & Molina, H. (1998), Organizational Culture for Innovation and New Technological Behavior, Journal of High Technology Management Research, Vol. 1, pp. 55-68.
  4. Damanpour, F. 1991. Organizational innovation: a meta-analysis of effects of determinants and moderators. Academic Management Journal 34(3):550-90.
  5. Francik, A., Pocztowski, A. (1991), Innovation Process. Akademia Ekono-miczna, Kraw.
  6. Gadomska-Lila, K. (2010), Characteristics and determinants of pro-innovation organizational culture - research results, Organizational Review, No. 2.
  7. Gerald Zaltman, Robert Duncan, Johny Holbek. 1973. Innovation and Organization .A. Willey – Interscience Publication John Willey and Sons, New York. London, Sydney, Toronto
  8. Loewe, P., Dominiquini, J. (2006), Overcoming the barriers to effective innovation. Strategy & Leadership, Vol. 34, No. 1, pp. 24-31.
  9. Maher, L. (2014), Building a culture for innovation: A leadership challenge, World Hospitals and Health Services, Vol. 50, No. 1, pp. 4-6.
  10. Koentjaraningrat. 2009.Pengantar Ilmu Antropolgi. Jakarta: Rineka Cipta.
  11. Pacanowsky, Michael E and Nick O’Donnell-Trujillo. 1983. “Organizational Communication as Cultural Performance”. USA: Wadsworth.
  12. Soetjipto, Budi W. 2007. Budaya Organisasi dan Perubahan. Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
  13. Susanto, 2007. Manajemen Perilaku Organisasi, Edisi Revisi Cetakan Pertama, Prenada Media, Jakarta.
  14. Suaedi, F. 2005. Pengaruh Struktur Organisasi, Budaya Organisasi, Kepemimpinan, Aliansi Strategis Terhadap Inovasi Organisasi dan Kinerja Organisasi Hotel Bintang Tiga di Jawa Timur. Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP, UNAIR, Surabaya.

Komentar