PENTINGNYA BUDAYA ORGANISASI UNTUK INOVASI
UJIAN
TENGAH SEMESTER
ADMINISTRASI
DAN KEBIJAKAN KESEHATAN
Coaching By : Dr.
Budi Hartono, SE, MARS
BOOK REVIEW
Pentingnya Budaya Organisasi Untuk Inovasi di Perusahaan
(Review Of Journal“The Importance Of Organizational Culture For Innovation In The Company”)
DITULIS OLEH
Nama : Alfiatur Rizki
NIM: 1609047043
PROGRAM
STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2017
Pentingnya
Budaya Organisasi Untuk Inovasi di Perusahaan
Katarzyna
Szczepańska-Woszczyna, Prof.
Academy of Business
in Dabrowa Gornicza, Poland
Pendahuluan
Hubungan budaya organisasi dan inovasi
telah mengalami berbagai penelitian selama beberapa tahun terakhir. Banyaknya
variabel budaya yang diteliti telah menghasilkan konsep budaya yang
terfragmentasi untuk inovasi. Pada praktik manajerial memerlukan
struktur dasar untuk menentukan budaya apa yang harus dilaksanakan agar dapat
berinovasi dan menilai apakah budaya tertentu adalah instrumen koordinasi yang
efektif dan efisien.
Budaya dipelajari untuk membantu seseorang agar dapat berinteraksi satu sama
lain. Ketika nilai dan kepercayaan dalam budaya berbeda, maka akan ada beberapa
orang yang memiliki masalah terhadap penyesuaiannya. Setiap organisasi
yang mampu membangun
dan mengembangkan budaya organisasi sesuai
dengan tuntutan lingkungan
eksternal, akan mempunyai
budaya kerja yang efektif
dan efesien untuk
meningkatkan kinerjanya guna memenuhi kebutuhan stakeholder dan
eksistensinya. Tujuan dari artikel
ini adalah untuk mengidentifikasi
unsur-unsur budaya organisasi di perusahaan yang menerapkan inovasi dan untuk
mencoba mempresentasikan modelnya. Makalah ini menyajikan temuan penelitian
yang dilakukan di perusahaan Polandia yang terdapat di Provinsi Silesia.
Isi
Konsep budaya organisasi masih tergolong
baru. Konsep ini diadopsi oleh para teoritis dari disiplin antropologi, oleh
karena itu keragaman pengertian budaya pada disiplin organisasi sangat
bervariasi dan berbagai macam pendapat. Konspe budaya organisasi mendapat
perhatian yang sangat luar biasa pada tahun 1980 – 1990 ketika para sarjana
mengeksplorasi bagaimana dan mengapa perusahaan Amerika gagal bersaing dengan
perusahaan Jepang.
Baik dalam
literatur maupun dalam penelitian banyak perhatian yang diberikan untuk
mengidentifikasi sumber inovasi, serta faktor-faktor penentu dan hambatan untuk
inovasi pada organisasi. Syarat inovasi
mencakup sumber daya yang secara langsung mempengaruhi inovasi. Modal manusia
(khususnya kompetensinya, termasuk tingkat pendidikan dan kualifikasi,
pengetahuan dan keterampilan karyawan, staf penelitian, serta keterampilan
kepemimpinan manajer dan kontinuitas manajemen yang menjamin Karakter proses
inovasi jangka panjang), akumulasi pengetahuan (diukur dengan pengeluaran untuk
penelitian), sumber daya material dan keuangan (mesin, peralatan, bangunan,
lisensi dan hak paten), sumber daya organisasi (termasuk ukuran perusahaan,
yaitu terkait dengan motivasi dan
dinamika inovasi) (Balcerowicz,mWziątek-Kubiak,
2009: 17; Francik, Pocztowski, 1991: 27). Sehingga tidak diragukan lagi, bahwa manusia memainkan
peran yang sangat penting dalam proses inovasi. Kepribadian manajer dalam mengelola
karyawan, kemauan dan motivasi manajer untuk mengambil risiko, sikap karyawan,
dan apa interaksi karyawan serta
atasan. Budaya organisasi sangat memprioritaskan atau memfasilitasi
pelaksanaan dan pemeliharaan inovasi dalam organisasi. Menurut Maher (2014),
budaya organisasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi kecepatan dan
frekuensi inovasi.
- Budaya Organisasi
Menurut
Edward Burnett Tylor, dalam Koentjaraningrat (2005)
mengemukakan pendapatnya tentang budaya, yaitu bahwa: “Culture or
civilization, take in its wide
technografhic sense, is that complex whole which includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom and any
other capabilities and habits acquired by men as
a member of
society”. Pendapatnya diartikan
bahwa budaya atau
peradaban mempunyai pengertian teknografis yang luas, adalah merupakan
suatu keseluruhan yang kompleks mencakup pengetahuan, keyakinan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat dan
segala kemampuan dan kebiasaan
yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat.
Pendapat lain dikemukakan Hofstede (1986 :
21) bahwa budaya merupakan berbagai interaksi dari ciri-ciri kebiasaan yang
mempengaruhi kelompok - kelompok orang dalam lingkungannya, terdapat 5 (lima)
dimensi budaya yaitu:
a. Individualisme, kecenderungan akan kerangka sosial yang
terjalin longgar dalam masyarakat dimana individu dianjurkan untuk menjaga diri
mereka sendiri dan keluarga dekatnya.
b. Kolektivisme, kecenderungan akan kerangka sosial yang
terjalin ketat dimana individu dapat mengharapkan kerabat, suku, atau kelompok
lainnya melindungi mereka sebagai ganti atas loyalitas mutlak. Isu utama dalam
dimensi ini adalah derajat kesaling-tergantungan suatu masyarakat diantara
anggota-anggotanya. Hal ini berkait dengan konsep diri masyarakat :
"saya" atau "kami".
c. Jarak
kekuasaan,
merupakan suatu ukuran
dimana anggota dari
suatu masyarakat menerima bahwa
kekuasaan dalam lembaga
atau organisasi tidak didistribusikan secara
merata. Hal ini
mempengaruhi perilaku anggota masyarakat yang
kurang berkuasa dan
yang berkuasa. Orang-orang
dalam masyarakat yang memiliki
jarak kekuasaan besar
menerima tatanan hirarkis dimana setiap
orang mempunyai suatu
tempat yang tidak
lagi memerlukan justifikasi. Orang-orang
dalam masyarakat yang
berjarak kekuasaan kecil menginginkan persamaan
kekuasaan dan menuntut
justifikasi atas perbedaan
kekuasaan.
Isu utama atas
dimensi ini adalah
bagaimana suatu masyarakat menangani perbedaan
diantara penduduk ketika
hal tersebut terjadi.
Hal ini mempunyai konsekuensi jelas terhadap cara orang-orang
membangun lembaga dan organisasi mereka.
d. Penghindaran ketidakpastian,
merupakan tingkatan dimana
anggota masyarakat merasa tak nyaman dengan ketidakpastian dan ambiguitas.
Perasaan ini mengarahkan mereka untuk mempercayai kepastian
yang menjanjikan dan untuk
memelihara lembaga-lembaga yang melindungi penyesuaian. Masyarakat yang
memiliki penghindaran ketidakpastian yang kuat menjaga kepercayaan dan perilaku
yang ketat dan tidak toleran terhadap orang dan ide yang menyimpang. Masyarakat
yang mempunyai penghindaran ketidakpastian yang lemah menjaga suasana yang
lebih santai dimana
praktek dianggap lebih
dari prinsip dan penyimpangan lebih
dapat ditoleransi. Isu
utama dalam dimensi
ini adalah bagaimana suatu
masyarakat bereaksi atas fakta yang datang hanya sekali dan masa depan yang
tidak diketahui. Apakah ia mencoba mengendalikan masa depan atau membiarkannya
berlalu. Seperti halnya
jarak kekuasaan, penghindaran ketidakpastian memiliki
konsekuensi akan cara
orang-orang mengembangkan lembaga
dan organisasi mereka.
e. Maskulinitas, kecenderungan dalam masyarakat
akan prestasi, kepahlawanan, ketegasan, dan keberhasilan
material. Lawannya, feminitas berarti kecenderungan akan hubungan,
kesederhanaan, perhatian pada yang lemah, dan kualitas hidup. Isu utama pada
dimensi ini adalah cara masyarakat mengalokasikan peran sosial atas perbedaan
jenis kelamin.
Budaya organisasi terdiri dari dua elemen
pokok yaitu elemen yang bersifat
idealistik dan elemen yang bersifat behavioral
(Sobirin, 2007: 152).
- Elemen Idealistik
Dikatakan idealistik karena elemen ini
menjadi ideologi organisasi yang tidak
mudah beru
bah walaupun disisi lain organisasi secara
natural harus selalu berubah dan
beradaptasi dengan lingkungannya. Elemen ini bersifat terselubung (eksklusive),
tidak tampak ke permukaan (hidden), dan hanya orang - orang tertentu saja yang
tahu apa sesungguhnya ideologi mereka dan mengapa organisasi tersebut didirikan
(Sobirin, 2007: 153).
Elemen idealistik melekat pada diri
pemilik dalam bentuk doktrin, falsafah hidup, atau nilai - nilai individual
para pendiri atau pemilik organisasi biasanya
dinyatakan secara forma
l dalam bentuk pernyataan visi dan misi
organisasi (Sobirin, 2007: 153).
- Elemen Behavioral
Elemen behavioral adalah elemen yang kasat
mata, muncul ke permukaan dalam bentuk
perilaku sehari - hari para anggotanya dan bentuk - bentuk lain seperti design
dan arsitektur organisasi, elemen ini mudah diamati, dipahami, dan diinterpretasikan
meskipun kadang tidak sama dengan interpretasi dengan orang yang terlibat
langsung dalam organisasi. Cara paling mudah mengidentifikasi budaya organisasi
adalah dengan mengamati bagaimana para anggota organisasi berperilaku dan
kebiasaan yang mereka lakukan (Sobirin, 2007: 156).
Budaya organisasi
dapat secara efektif mempromosikan atau menghambat kerja sama, pertukaran
pengetahuan, pengalaman dan gagasan. Budaya terbuka, mempromosikan partisipasi
semua anggota tim dalam proses kreatif, menguntungkan bagi aktivitas dan
inisiatif karyawan, sementara budaya yang didasarkan pada kontrol yang kuat
jelas tidak kondusif bagi kreativitas dan inovasi. Budaya organisasi bertujuan untuk
mengembangkan inovasi dan menciptakan kondisi yang sesuai untuk melakukannya
ditandai oleh dinamisme, kecocokan, adaptasi cepat terhadap perubahan kondisi,
dan solusi. Kunci pengembangan innovasi dalam sebuah organisasi adalah dukungan, dan dorongan
bagi setiap karyawan untuk mencari dan menemukan cara-cara yang tidak
konvensional dan tidak standar untuk mencapai tujuan dan tugas yang harus
dilakukan. budaya organisasi
juga menciptakan dasar bagi konseptualisasi keseimbangan eksternal organisasi,
menentukan model hubungan yang diinginkan antara organisasi dan lingkungannya
dan bagaimana cara mempertahankannya.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah suatu pola/sistem yang berupa sikap,
norma perilaku, bahasa keyakinan, norma yang dibentuk, dikembangkan dan
diwariskan kepada anggota organisasi sebagai kepribadian organisasi tersebut
yang membedakan dengan organisasi lain serta menentukan bagaimana kelompok
dalam merasakan, berfikir dan bereaksi terhadap lingkungan yang beragam serta
berfungsi untuk mengatasi masalah adaptasi internal dan eksternal.
- Dampak Budaya Organisasi Terhadap Inovasi di Perusahaan
Unsur budaya
organisasi perusahaan adalah budaya inovasi yang berorientasi, yang terdiri dari motivasi yang berorientasi kepada inovasi,
kompetensi inovatif, perilaku dalam situasi inovatif, serta gaya dan kualitas
manajemen yang menentukan iklim untuk inovasi. Budaya organisasi yang berorientasi terhadap
inovasi perusahaan dapat didefinisikan sebagai kebutuhan akan jumlah
maksimum gagasan inovatif untuk muncul dalam periode tertentu. Budaya inovatif
adalah cara berpikir dan berperilaku yang menciptakan, mengembangkan dan
menetapkan nilai dan sikap di dalam perusahaan, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan, menerima dan mendukung gagasan dan perubahan yang melibatkan
peningkatan fungsi dan efisiensi perusahaan, meskipun perubahan semacam itu bisa
berarti ketidakpastian dengan perilaku konvensional dan tradisional. Untuk
membangun budaya inovatif, persyaratan tertentu harus dipenuhi, melibatkan enam
jenis sikap: kemampuan manajer untuk mengambil risiko, mendorong kreativitas,
partisipasi semua karyawan dalam membangun budaya berorientasi inovasi,
tanggung jawab antara
manajer dan karyawan atas
tindakan mereka yang memungkinkan karyawan mengembangkan minat mereka dan
menggunakan bakat unik mereka, mengembangkan misi perusahaan, yang akan
diidentifikasi oleh karyawan serta memberikan keyakinan kepada karyawan bahwa pekerjaan mereka
bermakna dan memiliki dampak positif pada pencapaian tujuan (Claver, 1998: 60).
- Unsur Budaya Organisasi yang Menstimulasi Kreativitas dan Inovasi
Inisiatif individual pada organisasi adalah seberapa
jauh inisiatif seseorang dikehendaki dalam perusahaan. Hal ini meliputi
tanggung jawab, kebebasan dan independensi dari masing-masing anggota
organisasi, dalam artian seberapa besar seseorang diberi wewenang dalam
melaksanakan tugasnya, seberapa berat tanggung jawab yang harus dipikul sesuai
dengan kewenangannya dan seberapa luas kebebasan mengambil keputusan.
Toleransi terhadap risiko, menggambarkan seberapa
jauh sumber daya manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif dan mau
menghadapi risiko dalam pekerjaannya. Pengarahan, hal ini berkenaan dengan
kejelasan sebuah organisasi dalam menentukan objek dan harapan terhadap sumber
daya manusia terhadap hasil kerjanya. Harapan tersebut dapat dituangkan dalam
bentuk kuantitas, kualitas dan waktu. Integrasi adalah seberapa jauh
keterkaitan dan kerja sama yang ditekankan dalam melaksanakan tugas dari
masing-masing unit di dalam suatu organisasi dengan koordinasi yang baik. Dukungan
manajemen, dalam hal ini seberapa jauh para manajer memberikan komunikasi yang
jelas, bantuan, dan dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugasnya.
Pengawasan, meliputi peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang digunakan
untuk melihat secara keseluruhan dari perilaku karyawan. Identitas,
menggambarkan pemahaman anggota organisasi yang loyal kepada organisasi secara
penuh dan seberapa jauh loyalitas karyawan tersebut terhadap organisasi.
Sistem penghargaan pun akan dilihat dalam budaya organisasi, dalam arti pengalokasian “reward” (kenaikan gaji, promosi) berdasarkan kriteria hasil kerja karyawan yang telah ditentukan. Toleransi terhadap konflik, menggambarkan sejauhmana usaha untuk mendorong karyawan agar bersikap kritis terhadap konflik yang terjadi. Karakteristik yang terakhir adalah pola komunikasi, yang terbatas pada hierarki formal dari setiap perusahaan. Kreativitas dengan inovasi itu berbeda. Kreativitas merupakan pikiran untuk menciptakan sesuatu yang baru, sedangkan inovasi adalah melakukan sesuatu yang baru. Hubungan keduanya jelas. Inovasi merupakan aplikasi praktis dari kreativitas. Dengan kata lain, kreativitas bisa merupakan variabel bebas, sedangkan inovasi adalah variabel tak bebas. Dalam praktek bisnis sehari-hari, ada perencanaan yang meliputi strategi, taktik, dan eksekusi. Dalam pitching konsultansi atau agency, sering terdengar keluhan bahwa secara konseptual apa yang disodorkan agency bagus, tetapi strategi itu tak berdampak pada perusahaan karena mandek di tingkat eksekusi. Mengapa? Sebab, strategi bisa ditentukan oleh seseorang, tetapi eksekusinya harus melibatkan banyak orang, mulai dari atasan hingga bawahan. Di sinilah mulai ada gesekan antarkaryawan, beda persepsi hingga ke sikap penentangan. Itu sebabnya, tak ada perusahaan yang mampu berinovasi secara konsisten tanpa dukungan karyawan yang bisa memenuhi tuntutan persaingan. Hasil pengamatan kami menunjukkan, perusahaan-perusahaan inovator sangat memperhatikan masalah pelatihan karyawan, pemberdayaan, dan juga sistem reward untuk meng-create daya pegas inovasi. Benih-benih inovasi akan tumbuh baik pada perusahaan-perusahaan yang selalu menstimulasi karyawan, dan mendorong ke arah ide-ide bagus. Melalui program pelatihan, sistem reward, dan komunikasi, perusahaan terus berusaha untuk mendemokratisasikan inovasi.
Sistem penghargaan pun akan dilihat dalam budaya organisasi, dalam arti pengalokasian “reward” (kenaikan gaji, promosi) berdasarkan kriteria hasil kerja karyawan yang telah ditentukan. Toleransi terhadap konflik, menggambarkan sejauhmana usaha untuk mendorong karyawan agar bersikap kritis terhadap konflik yang terjadi. Karakteristik yang terakhir adalah pola komunikasi, yang terbatas pada hierarki formal dari setiap perusahaan. Kreativitas dengan inovasi itu berbeda. Kreativitas merupakan pikiran untuk menciptakan sesuatu yang baru, sedangkan inovasi adalah melakukan sesuatu yang baru. Hubungan keduanya jelas. Inovasi merupakan aplikasi praktis dari kreativitas. Dengan kata lain, kreativitas bisa merupakan variabel bebas, sedangkan inovasi adalah variabel tak bebas. Dalam praktek bisnis sehari-hari, ada perencanaan yang meliputi strategi, taktik, dan eksekusi. Dalam pitching konsultansi atau agency, sering terdengar keluhan bahwa secara konseptual apa yang disodorkan agency bagus, tetapi strategi itu tak berdampak pada perusahaan karena mandek di tingkat eksekusi. Mengapa? Sebab, strategi bisa ditentukan oleh seseorang, tetapi eksekusinya harus melibatkan banyak orang, mulai dari atasan hingga bawahan. Di sinilah mulai ada gesekan antarkaryawan, beda persepsi hingga ke sikap penentangan. Itu sebabnya, tak ada perusahaan yang mampu berinovasi secara konsisten tanpa dukungan karyawan yang bisa memenuhi tuntutan persaingan. Hasil pengamatan kami menunjukkan, perusahaan-perusahaan inovator sangat memperhatikan masalah pelatihan karyawan, pemberdayaan, dan juga sistem reward untuk meng-create daya pegas inovasi. Benih-benih inovasi akan tumbuh baik pada perusahaan-perusahaan yang selalu menstimulasi karyawan, dan mendorong ke arah ide-ide bagus. Melalui program pelatihan, sistem reward, dan komunikasi, perusahaan terus berusaha untuk mendemokratisasikan inovasi.
Proses inovasi adalah serangkaian aktivitas yang
dilakukan oleh individu atau organisasi, mulai dari sadar atau tahu adanya
inovasi sampai menerapkan (implementasi) inovasi. Dalam mempelajari proses
inovasi, para ahli menggunakan berbagai model untuk mengidentifikasi kegiatan
apa saja yang dilakukan oleh individu ataupun organisasi selama proses itu
berlangsung. Model yang Berorientasi
pada Organisasi : Zaltman, Duncan & Holbek (1973).
a. Tahap permulaan (inisiasi)
- Langkah pengetahuan dan kesadaran.
Sebelum inovasi dapat diterima, calon penerima harus
sudah menyadari bahwa ada inovasi dan dengan demikian ada kesempatan untuk
menggunakan inovasi dalam organisasi. Jika kita lihat kaitannya dengan
organisasi maka adanya kesenjangan penampilan dapat mendorong untuk mencari
suatu inovasi.
- Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi.
Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi. Ada dua
sikap yang akan ditunjukkan oleh anggota organisasi terhadap adanya inovasi :
a. Sikap terbuka terhadap inovasi, yang ditandai
dengan : Kemauan anggota organisasi untuk mempertimbangkan inovasi,
mempertanyakan inovasi (sceptic), merasa bahwa inovasi akan dapat meningkatkan
kemampuan organisasi dalam menjalankan fungsinya.
b. Memiliki persepsi tentang potensi inovasi yang
ditandaidengan adanya pengamatan yang menunjukkan : Bahwa ada kemampuan bagi
organisasi untuk menggunakan inovasi, organisasi pernah mengalami keberhasilan
pada masa lalu dengan menggunakan inovasi, adanya komitmen atau kemampuan untuk
bekerja dengan menggunakan inovasi serta siap untuk menghadapi kemungkinan
timbulnya masalah dalam penerapan inovasi.
- Langkah keputusan.
Pada langkah ini segala informasi tentang potensi
inovasi di evaluasi. Jika unit pengambilan keputusan dalam organisasi
menganggap bahwa inovasi itu memang dapat diterima dan ia senang untuk
menerimanya maka inovasi akan diterima dan diterapkan dalam organisasi.
Begitupun sebaliknya. Hal yang harus diperhatikan adalah pengumpulan informasi
sebanyak-banyaknya mengenai inovasi yang akan diterima/ditolak agar tidak
terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan.
b. Tahap Implementasi
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan oleh para
anggota organisasi ialah menggunakan dan menerapkan inovasi.
a. Langkah awal implementasi. Pada langkah ini
organisasi mencoba menerapkan sebagian inovasi.
b. Langkah kelanjutan pembinaan. Jika pada penerapan
awal telah berhasil, para anggota telah mengetahui dan memahami inovasi serta
memperoleh pengalaman dalam menerapkannya maka tinggal melanjutkan dan menjaga
kelangsungannya.
Loewe, Dominiquini
(2006: 24-25) budaya dan nilai organisasi adalah satu dari empat point penting di samping
perilaku kepemimpinan, proses manajemen, orang dan keterampilan dibidang utama untuk
implementasi inovasi yang efektif. Atas dasar yang ada ini, kompetensi internal yang berkelanjutan
dibangun untuk inovasi sebagai proses yang berkesinambungan, bukan kebetulan,
upaya jangka pendek (Gambar 1).
Gambar
1. Area Kunci Dari Kemampuan Inovasi Sistemik
Sementara
itu, Maher telah
mengidentifikasi tujuh dimensi kunci budaya yang membedakan organisasi yang
sangat inovatif (Gambar 2). Ini membentuk kerangka kerja yang dapat digunakan
oleh para pemimpin untuk menilai dan memperkuat budaya untuk inovasi di dalam
dan di seluruh organisasi:
- Karyawan harus memiliki perasaan bahwa mereka dapat mencoba ide-ide baru dengan tidak takut bahwa gagasan buruk akan memerlukan konsekuensi negative. Pemimpin organisasi yang mempunyai sifat inovatif harus lebih tertarik untuk belajar "dengan kesalahan" daripada menghukum karyawan karena gagasan buruk bila kesalahan dibuat saat sebuah gagasan diterapkan, daripada bila tidak ada kesalahan karena tidak ada ide.
- Pendekatan positif terhadap inovasi lebih besar jika karyawan tahu bahwa mereka mendapat dukungan dari atasan dan independensi dalam tindakan sementara mereka mengembangkan gagasan inovatif, dan juga mereka dapat menggunakan sumber keuangan untuk mendukung proses inovasi.
- Pengetahuan adalah sumber utama untuk inovasi. Seseorang dapat menciptakan kondisi inovasi yang lebih baik, di mana informasi baik dari dalam maupun di luar organisasi secara luas dan sistematis dikumpulkan, mudah dan cepat diakses dan dikomunikasikan dengan jelas.
- Seperti yang ditunjukkan oleh literatur yang relevan, tujuan sebenarnya dapat dipromosikan inovasi. Pemimpin organisasi harus memberi sinyal yang jelas bahwa inovasi sangat diinginkan, dengan menetapkan tujuan ambisius di berbagai bidang dan membangun tim termotivasi untuk menemukan cara untuk menerapkan visi tersebut.
- Dukungan untuk inovasi adalah simbol dan ritual, yang utamanya. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi perilaku inovatif dan insentif untuk jenis perilaku ini adalah simbol dan ritual yang mengacu pada motivasi internal dan individual dari masing - masing karyawan.
- Dalam organisasi dengan inovasi berbasis inovasi tinggi, inovasi adalah produk dari penggunaan alat praktis yang diharapkan. Pemimpin harus mempertimbangkan bagaimana membangun potensi dan kemampuan karyawan yang sadar akan metode berpikir kreatif, manajemen dan penerapan gagasan.
- Dimensi hubungan, yang mengacu pada model interaksi dalam organisasi. Ide inovatif jarang merupakan produk jenius tunggal, oleh karena itu membangun lingkungan kolaboratif, menerima berbagai cara berpikir, sudut pandang dan keragaman yang berbeda memberikan dasar yang baik bagi pertumbuhan inovasi.
Gambar 2. Dimensi Budaya Organisasi
Kunci pengembangan
inovasi dalam sebuah organisasi adalah dukungan dan dorongan bagi setiap
karyawan untuk mencari dan menemukan cara - cara yang tidak konvensional dan tidak standar untuk mencapai tujuan dan pelaksanaan tugas. Fitur signifikan dari budaya
berorientasi inovasi adalah perubahan. Karyawan bersedia mengambil risiko
perubahan itu, yang mungkin terkait dengan berbagai macam aspek. Misalnya, mengganti pekerjaan, proses penyesuaian
juga mencakup pekerjaan, yang menyiratkan kebutuhan akan kelonggarannya. Pada
saat yang sama perlu dicatat bahwa pada saat pengangguran tinggi, stabilisasi
pekerjaan (kontrak kerja yang aman) mungkin merupakan faktor pendorong yang
lebih penting untuk bekerja. Setiap innovaasi mungkin menjadi ancaman bagi
karyawan karena melanggar keadaan balapan saat ini, yang dapat menyebabkan
keengganan karyawan untuk menerapkan inovasi dan bahkan memboikot dan melakukan
sabotase.
Analisa dan
Review
Secara konten keseluruhan artikel ini
sudah terlihat sangat baik dalam hal mendeskripsikan apa yang ingin disampaikan
oleh peneliti. Penelitian dilakukan dengan cara survei langsung.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki faktor penentu internal
kegiatan inklusif di perusahaan yang disurvei, khususnya iklim dan budaya
inovatif yang sesuai dengan inovasi. Sampel kuantitatif untuk menganalisis faktor
penentu internal aktivitas inovasi di perusahaan mengandung 120 karyawan -
perwakilan perusahaan yang berada di Provinsi Silesia di Polandia. Instrumen Pengumpulan data
adalah kuesioner. Kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan dengan campuran pertanyaan Likert dan
closed-ended dengan satu jawaban dikembangkan. Skala Likert lima poin digunakan
untuk mengumpulkan tanggapan, 5 menunjukkan "kesepakatan maksimum"
dan 1 "tidak ada kesepakatan". Survei berbasis sampel. Pengambilan
sampel non-acak diterapkan dan kelebihan dan kekurangan yang spesifik untuk
metode pengambilan sampel ini dipertimbangkan. Sekelompok kecil dari mereka
yang disurvei tidak memberi wewenang untuk membuat generalisasi, namun
memungkinkan identifikasi mekanisme dan rumusan pertanyaan dan kesimpulan
spesifik. Diuji pada sampel yang lebih besar, mereka akan memungkinkan untuk
merumuskan tesis yang lebih terdokumentasi dan pasti, menggunakan skala yang
lebih besar. Data dikumpulkan pada bulan April dan Mei 2014. Data tersebut
pertama kali dianalisis dengan menggunakan teknik statistik dasar. Analisis
data dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS Statistics 21. Kemudian dari segi struktural, meskipun dalam penelitian kuantitatif narasi
yang disampaikan berdasarkan dengan kebutuhan penelitian, namun akan lebih baik
lagi jika ditambahkan poin masalah atau pertanyaan penelitian serta jumlah
koresponden. Hal ini tentunya akan membantu peneliti untuk mempermudah dalam
hal mengkategorikan atau mengklasifikasikan tujuan penelitiannya.
Pada artikel ini juga di jelaskan mengenai
pernan penting pada budaya organisasi. Budaya organisasi
memegang peranan penting dalam organisasi, mengatur perilaku peserta, dan dalam
kasus ekstrim - organisasi secara keseluruhan. Jika organisasi bekerja dengan
cara yang sama dan stabil untuk beberapa waktu, mencapai tujuan dan kesuksesan,
partisipannya (atau setidaknya staf manajemen yang mengerti secara luas)
mempelajari pola perilaku tertentu, menerima standar yang secara konsisten
memperkuat kesuksesan lebih lanjut. Jadi, budaya organisasi dibentuk sebagai
"idealisasi pengalaman bersama." Ini terutama memenuhi fungsi
mekanisme penyatuan, integrasi dan koordinasi sosial, yang menjamin
keseimbangan sosial (terutama internal), dan, setidaknya sebagian, eksternal -
materi Keseimbangan organisasi. Pada saat yang sama, norma-norma utama budaya
berfokus pada integrasi kedua peserta dan hubungan antara organisasi dan
lingkungannya. Ini adalah refleksi dalam penekanan pada kualitas produk,
penghormatan terhadap hak – hak konsumen, dan perlindungan lingkungan. Dengan cara ini,
budaya organisasi juga menciptakan dasar bagi konseptualisasi keseimbangan
eksternal organisasi, menentukan model hubungan yang diinginkan antara
organisasi dan lingkungannya dan bagaimana cara mempertahankannya.
Pada artikel ini dijelaskan bahwa, semakin kecil
perusahaan maka akan semakin kecil
perasaan bahaya yang timbul dari perubahan. Situasi seperti itu mungkin
disebabkan oleh fakta bahwa karyawan di perusahaan kecil seringkali lebih
"serbaguna" dan melakukan tugas sesuai dengan posisi yang berbeda,
dan karena itu kerugian mereka lebih parah bagi perusahaan. Dalam perusahaan
besar, fleksibilitas juga lebih besar dalam dimensi pribadi, yang berakibat
pada pergantian peran organisasional dan saling menggantikan pegawai pada
posisi yang berbeda.
Berbagai elemen
iklim organisasi yang dianggap penting termasuk kebebasan mengekspresikan
pendapat mereka oleh karyawan, kemungkinan mengajukan dan mendukung gagasan
baru, kolaborasi antara karyawan dari berbagai unit organisasi. Peringkat
responden yang terlibat dalam proses inovasi menunjukkan bahwa pendekatan
terhadap perilaku inovatif dari karyawan dapat bervariasi tergantung pada
ukuran perusahaan elemen
individual yang merupakan iklim inovatif di perusahaan dinilai berbeda (Gambar
3).
Gambar 3. Unsur Elemen Terhadap Inovasi
Kesamaan tertentu
diamati pada perusahaan kecil dan besar, walaupun mungkin kondisi peringkat ini
berbeda. Dalam usaha kecil
yang mereka dapatkan dari rendahnya formalisasi prosedur dan hubungan yang agak
bersahabat antara karyawan dan atasan karakteristik tim kecil, sementara di
perusahaan besar dari proses
mengidentifikasi gagasan inovatif. Di perusahaan besar dan kecil, setiap
karyawan memiliki hak untuk mengemukakan pendapat mereka sendiri, namun
keputusan akhir diambil oleh para manajer, karyawan dari berbagai unit
organisasi bekerja sama (secara formal atau informal), karyawan dapat mengajukan
gagasan baru terlepas dari tingkat dalam hirarki organisasi. Dalam usaha menengah
yang disurvei, karyawan tidak dapat melakukan perbaikan sendiri, bahkan dalam
masalah sepele yang mereka perlukan untuk menghubungi manajer, meskipun mereka
memiliki hak untuk mengungkapkan pendapat mereka sendiri.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa
budaya organisasi merupakan perilaku organisasional yang cukup penting karena
dapat memberikan pengaruh positif baik bagi anggota organisasi maupun bagi
oganisasi itu sendiri untuk membentuk komitmen organisasi. Sehingga dapat
dikatakan bahwa organisasi bisa membentuk komitmen organisasi dengan cara
menciptakan budaya organisasi yang kondusif sehingga dapat menumbuhkan rasa
kebersamaan dan satu tujuan organisasi. Dengan demikian jelas bahwa ada
hubungan yang erat antara budaya organisasi dengan komitmen organisasi di suatu
perusahaan.
Kunci pengembangan
inovasi dalam sebuah organisasi adalah dukungan dan dorongan bagi setiap
karyawan untuk mencari dan menemukan cara-cara non-konvensional dan non-standar
untuk mencapai tujuan dan pelaksanaan tugas.
Rekomendasi
Budaya dan inovasi erat kaitannya dengan
keterlibatan seorang pemimpin. Pemimpin yang baik akan menciptakan lingkungan
kerja yang hangat. Setiap pemimpin pada
dasarnya memiliki perilaku
yang berbeda dalam memimpin para pengikutnya. Perilaku
para pemimpin ini secara singkat disebut gaya kepemimpinan (Leadership style).
Gaya kepemimpinan merupakan
suatu cara pemimpin untuk mempengengaruhi
bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku atau kepribadian.
Jarome Want (2006:156), memberikan pendapatnya mengenai prinsip-prinsip
kepemimpinan yang benar adalah sebagai berikut:
- Decision Making (pengambilan keputusan)
Pengambilan keputusan harus dilakukan di
tingkat yang paling efektif. Peminpin berbicara pada saat yang tepat,
terinformasi kepada yang memerlukan, keputusan berbasis kriteria sejalan dengan
tujuan bisinis. Keputusan pemimpin dibuat dengna komitmen pribadi, merasakan
sebagai kepemilikan dan akuntabilitas.
- Leadership (kepemimpinan)
Kepemimpinan bukan hanya satu orang di
puncak, tetapi kepemimpinan terdapat di
semua tingkat. Organisasi
mengembangkan pemimpin yang
menunjukkan tingkat
kompetensi tinggi, membangkitkan
kepercayaan dan membawa
yang terbaik dalam dirinya dan sekitar mereka
- Communication (komunikasi)
Komunikasi
di dalam organisasi
dilakukan dengan dialog
terbuka. Dalam organisasi yang
tumbuh subur dan
sehat, segenap sumber
daya manusia di dalamnya berbagi informasi, gagasan dan
keberhasilan.
- Appreciating Differences (menghargai perbedaan)
Pemimpinan
menghargai perbedaan antara
atasan dan bawahan
atau diantara bawahan serta
dapat menemukan peluang
dalam konflik. Peluang
akan datang dengan menyambut
perbendaan pendapat dan
gagasan dengan cara
saling menghargai.
- Personal Excellence (Keunggulan Pribadi)
Organisasi yang kuat mengantungkan diri
pada individu yang kuat dan mempunyai pribadi yang unggul pribadi unggul.
Setiap orang yang bertanggung jawab secara pribadi untuk
melakukan yang terbaik
bagi dirinya sendiri,
teman sekerja dan perusahaan. Keungulan
pribadi dibangun pada
tingkat keterampilan tinggi, pengetahuan dan kepedulian diri,
motivasi diri dan berniat hormat kepada semua.
- Business Success (keberhasilan bisnis)
Keberhasilan dalam
bisnis akan memberikan
kekuatan financial. Pemimpin memberikan pertumbuhan pertumbuhan
yang stabil di pangsa pasar, penjualan, dan keuntungan. Kekuatan financial menguntungkan
pekerja, pemegang saham, dan masyarakat.
- Continuous learning (pembelajaran bekelanjutan)
Pemimpin
melaksanakan pembelajaran berkelanjutan
untuk sekarang dan
masa yang akan datang. Kekuatan kompetitif organisasi terletak pada
perbaikan terus - menerus atas apa yang dilakukan, pemimpin secara aktif
mencari dan menjalankan praktik yang terbaik.
- Vibrant workplace (tempat kerja bersemangat)
Merupakan
tempat bekerja dimana
dapat dibuat perbedaan,
menciptakan dan memelihara budaya
yang memperkuat Teamwork, kegembiraan, perkembangan pribadi, karier, penghargaan
financial dan keseimbangan kehidupan kerja.
- Ethics (Etika)
Pemimpin
memelihara etika dalam
bisnis dengan melakukan
hal yang benar, integritas menjadi dasar pemimpin
dalam melakukan semua keputusan, tindakan, dan hubungan.
- Partnership (Kemitraan)
Kemitraan diperlukan untuk mencapai sukses
bagi semua. Oragnisasi melakukan kolaborasi
dengan mitra untuk
memberikan manfaat bersama.
Hubungan yang dilakukan
berdasarkan pada penghargaan, kejujuran, keterbukaan, keandalan dan
kepercayaan.
- Passion for coffee (keinginan besar)
Seorang
pemimpin diharapkan mau
bekerja keras untuk
mencapai tujuan. Pemimpin mempunyai
komitmen dan memastikan
bahwa setiap orang
akan mempunyai pengalaman luar biasa.
- Planning and Measuring (merencanakan dan mengukur)
Pemimpin
merencanakan dan melakukan
pengukuran untuk memahami
dan memperbaiki hasil yang dicapai. Pemimpin memfokuskan pada pada
perencanaan terintegrasi di seluruh
organisasi sejalan dengan
strategi oragnisasi. Pemimpin mempunyai pengertian mendalam dalam
sukses dan tantangan dengan mengukur dan mengevaluasi hasil tindakannnya.
- Shared Ownership (kepemilikan bersama)
Pemimpin merasakan kepemilikan bersama
dengan berpikir dan bertindak seperti pemilik.
Pemimpin memenuhi komitmen
dan menghargai kontribusi
masing - masing. Pemimpin adalah pengurus sumber daya kolektif dan
karenanya berbagi secara adil untuk mencapai sukses.
- Sustainability (keberlanjutan)
Keberlanjutan merupakan
jalan menuju masa
depan, karenanya pemimpin menggunakan sumber
daya dengan bijak
dan membuat keputusan
dengan perhitungan kesejahteraan dan keuangtungan
- Word Benefit (manfaat bagi dunia)
Tindakan seorrang pemimpin diharapkan
member manfaat kepada dunia dengan menciptakan
perubahan positif. Pemimpin
mendukung kekuatan bisnis
dan individu yang membawa perubahan positif, local maupun global.
Kesimpulan
Penelitian ini fokus utamanya adalah pada pentingnya
budaya organisasi untuk inovasi di perusahaan. Berpikir tentang
penerapan inovasi, perusahaan pada umumnya berfokus pada sumber daya, proses
dan pengukuran keberhasilan, yaitu elemen yang dapat diukur. Perusahaan sering
mencurahkan perhatian lebih sedikit pada faktor penentu orientasi budaya
inovasi, yang lebih sulit diukur, seperti nilai, perilaku dan iklim organisasi.
Meskipun segala sesuatu yang mengacu pada nilai dan perilaku orang dan
tantangan di tempat kerja lebih sulit dipahami dan sulit dikendalikan,
"masalah yang sulit dan terkait dengan orang ini" (seperti yang
dikatakan oleh seorang presiden) memiliki kekuatan agung Untuk membentuk budaya
berorientasi inovasi dan menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
Mengenai
perusahaan yang dikaitkan dengan penelitian tersebut, satu model universal budaya organisasi tidak
dapat ditentukan. Namun, unsur - unsur yang membentuk budaya yang mendukung inovasi
telah ditentukan. Mereka terjadi di kebanyakan perusahaan, dengan intensitas
yang bervariasi, yaitu:
-
Gaya manajemen menekankan tugas dan hubungan personal.
-
Peran penting manajer dalam menstimulasi inovasi
dan meningkatkan motivasi karyawan.
-
Memotivasi karyawan
agar kreatif.
-
Tingkat rasa bahaya
yang rendah dirasakan oleh karyawan, yang timbul dari perubahan yang diterapkan di perusahaan
-
Organisasi kerja dan kondisi kerja yang tepat
bertujuan merangsang
kreativitas karyawan
-
Mendukung konsep dan gagasan baru.
-
Kemungkinan untuk
mengungkapkan pendapat mereka secara bebas oleh karyawan, untuk mengajukan dan
mendukung gagasan baru, kerja sama karyawan dari unit organisasi yang berbeda.
Banyak keuntungan yang diperoleh apabila
budaya organisasi didalam suatu perusahaan sangat kuat. Diantaranya adalah
meningkatkan loyalitas antar karyawan, ada pedoman perilaku yang jelas untuk
karyawan, nilai – nilai organisasi didalam suatu perusahaan benar – benar terlaksana,
banyak ritual yang dijalankan, menurunkan tingkat absensi, menurunkan tingkat
keluarnya karyawan sehingga membantu perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Sedangkan budaya yang lemah menyebabkan karyawan individualis, mudah terbentuk
kelompok – kelompok yang bertentangan satu dengan yang lainnya.
Daftar Pustaka
- Achmad Sobirin. (2007), Budaya Organisasi (Pengertian, makna dan aplikasinya dalam kehidupan organisasi), Yogyakarta: UPP,STIM YKPN
- Balcerowicz, E., Wziątek-Kubiak, A. (2009), Determinants of the development of the company's innovativeness in the context of the level of education of employees. CASE Center for Socio-Economic Analysis, Warsaw.
- Claver, E., Llopis, J., Garcia, D., & Molina, H. (1998), Organizational Culture for Innovation and New Technological Behavior, Journal of High Technology Management Research, Vol. 1, pp. 55-68.
- Damanpour, F. 1991. Organizational innovation: a meta-analysis of effects of determinants and moderators. Academic Management Journal 34(3):550-90.
- Francik, A., Pocztowski, A. (1991), Innovation Process. Akademia Ekono-miczna, Kraków.
- Gadomska-Lila, K. (2010), Characteristics and determinants of pro-innovation organizational culture - research results, Organizational Review, No. 2.
- Gerald Zaltman, Robert Duncan, Johny Holbek. 1973. Innovation and Organization .A. Willey – Interscience Publication John Willey and Sons, New York. London, Sydney, Toronto
- Loewe, P., Dominiquini, J. (2006), Overcoming the barriers to effective innovation. Strategy & Leadership, Vol. 34, No. 1, pp. 24-31.
- Maher, L. (2014), Building a culture for innovation: A leadership challenge, World Hospitals and Health Services, Vol. 50, No. 1, pp. 4-6.
- Koentjaraningrat. 2009.Pengantar Ilmu Antropolgi. Jakarta: Rineka Cipta.
- Pacanowsky, Michael E and Nick O’Donnell-Trujillo. 1983. “Organizational Communication as Cultural Performance”. USA: Wadsworth.
- Soetjipto, Budi W. 2007. Budaya Organisasi dan Perubahan. Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
- Susanto, 2007. Manajemen Perilaku Organisasi, Edisi Revisi Cetakan Pertama, Prenada Media, Jakarta.
- Suaedi, F. 2005. Pengaruh Struktur Organisasi, Budaya Organisasi, Kepemimpinan, Aliansi Strategis Terhadap Inovasi Organisasi dan Kinerja Organisasi Hotel Bintang Tiga di Jawa Timur. Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP, UNAIR, Surabaya.
Komentar
Posting Komentar